BANDUNG.POTENSINEWS.COM,– Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Tirtawening mewacanakan mulai November 2022 akan memberlakukan kenaikan tarif air bersih. Hal tersebut dilakukan menginggat tingginya biaya poduksi dalam memproses air sehingga menjadi layak konsumsi kepada pelanggan Perumda Tirtawening.
“Kita kan sudah 10 tahun tidak menyesuaikan. Inflasi (sudah naik), belum air limbah. Air limbah kan tidak berbayar. Nanti kan kita juga harus adil, air limbah juga harus berbayar. Kemudian juga bahan-bahan produksi di mana-mana menaik,” ujar Direktur Utama (Dirut) Perumda Tirtawening Sonny Salimi kepada media di Bandung.
kebijakan yang cukup berat harus diambil untuk menutupi biaya produksi Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Tirtawening. Meski secara angka belum ditetapkan, tapi tarif tersebut tidak akan melebihi batas yang ditentukan SK Gub yaitu sekitar 6.800 per meter kubik.
Dijelaskan Sonny Perumda Tirtawening sudah 10 tahun kita tidak naikkin tarif, pengajuan terakhir 2013 Februari. Belum kita ajukan lagi, karena kita coba bertahan. Situasi pandemi selama 2 tahun segala macem, mudah-mudahan ini momentum yang baik. Kita tidak memberatkan katanya.
Menurut Sonny saat ini, air bersih per liter berkisar antara Rp 6.000, sehingga untuk harga dibagi 1,000 liter menjadi Rp 6.
“Saat ini ada yang Rp900 ada yang Rp1.000, ada yang 2.000 per kubik, bagi 1.000. Itu berapa? 0 koma 9 rupiah, belum juga serupiah,” jelasnya.
Lebih lanjut dikatakan Sonny kenaikan penyesuaian berkisar antara 30 persen dari tarif sekarang. Rata-rata kan sekitar 25.
Meski berdasarkan Permendagri telah ditetapkan bahwa regulasi kenaikan paling lambat November, Sonny mengakui sebenarnya penetapan ini dinilai terlambat.
Menurut Sonny keputusan ini sebetulnya sudah sangat terlambat. Yang penting kita masih bisa memberi pelayanan yang baik,tuturnya
Dia berharap, pelanggan membayar tepat waktu. Karena pihaknya pun menagih sesuai kubikasi yang dijual.
“Kalau netter pelanggan bicara 10 kubik ya kita pun akan tagihnya 10 kubik. Masih banyak yang menunda pembayaran. Masih sekitar 25 persen menunda pembayaran. Ada-lah itu sekitar Rp 2-3 miliar per bulan. Itu belum termasuk denda,pungkasnya.(Ade/Red)