BANDUNG,POTENSINEWS.COM,-Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPM-Desa) Provinsi Jawa Barat Dedi Supandi memastikan wilayahnya aman dari temuan desa fiktif penerima dana desa. Hal tersebut seperti yang disampaikan Menteri Keuangan, Sri Mulyani.
Dedi mengatakan, untuk desa di Jabar yang menerima dana yaitu 5.312 desa. Itu sesuai dengan jumlah desa di Jabar.
“Memang sebelumnya ada enam desa yang hilang di Sumedang karena adanya penggenangan Waduk Jatigede tapi itu sudah dihapus sebelum adanya Undang-undang desa yang terbit pada 2014 lalu. Selain itu juga ada beberapa pemekaran desa yang terakhir dilakukan pada 2010 dan 2012 sehingga jumlahnya 5.312 desa sampai saat ini,” ujar Dedi, Selasa (11/11/2019).
Dedi mengatakan, dana desa di Jabar sudah digelontorkan sejak 2015 lalu. Menurut dia, dalam setiap tahun jumlah dana desa dari pemerintah pusat berbeda-beda tergantung dari usulan pemerintah desa melalui musyarawah desa (musdes), kemudian dalam rencana kerja desa dan APBD desa.
Adapun untuk 2019 ini, dia mengaku, Jabar mendapat alokasi dana desa sebesar Rp 5,7 triliun untuk 5.312 desa. Di mana setiap desa mendapatkan besaran dana yang berbeda mulai dari Rp 600 miliar hingga Rp 1 miliar lebih.
Perbedaan tersebut lantaran disesuaikan dengan jumlah penduduk desa dan kondisi desa, seperti kemiskinan di desa tersebut.
“Tahun ini penyerapannya sudah berjalan, sudah tahap ketiga yang dicairkan. Realisasinya baru Rp 4,03 triliun atau baru 70,58 persen,”ucap dia.
Dana dari pusat ditransfer ke kas daerah pemerintah kabupaten kemudian disalurkan ke rekening desa. Dana desa tidak sama sekali singgah di kas daerah pemerintah provinsi Jabar.Kebanyakan dana desa digunakan untuk pembangunan infrastuktur seperti jalan desa, jembatan, pasar desa, BUMdes, dan MCK.
“Untuk anggaran dana desa 2020, saat ini masih dibahas dipusat melalui di kemendagri, kemenkeu dan kemendes,” ucapnya.
Lebih lanjut, Dedi menyampaikan, Pemprov Jabar pun mengucurkan bantuan keuangan dari APBF dalam setiap tahun kepada desa. Tahun ini tiap desa mendapatkan Rp 127.800.000, tahun 2020 akan dinaikan menjadi Rp 130 juta untuk seluruh desa di Jabar.
“Untuk 2019 sampai dengan saat ini bantuan keuangan dari pemprov tinggal beberapa desa kurang lebih 28 desa belum terserap karena kemarin ada kendala posisi pilkades serentak,”ucap dia.
Selain itu, untuk 2020, pihaknya pun mengusulkan kriteria capaian kinerja sebagai penentu indikator besaran dana desa. Hal itu untuk memicu desa mempertahankan kinerja mereka karena masih ada anggapan jika desa tersebut alami kemajuan maka dana desa yang turun akan lebih sedikit.
“Secara psikologi jadi males jadi desa mandiri. Makanya kami ke pusat bagaimana indikator capaian prestasi kerja, tidak mengurangi nilai dana desa,”kata dia.
Di luar dana desa maupun bantuan keuangan, pihaknya pun tahun depan mengusulkan bantuan untuk desa perbatasan guna perbaikan infrastruktur.
Disinggung terkait dugaan penyelewengan dana desa yang akhir-akhir ini menimpa beberapa kepala desa, menurut dia, bukan berarti kepala desa tersebut sengaja melakukan tindakan koruptif. Namun dugaan penyalahgunaan dana desa tersebut lebih banyak dikarenakan ketidakpahaman pejabar desa terhadap regulasi maupun seperti teknik SPJ.
“Makanya pembekalan dan peningkatan SDM di aparat desa itu perlu dan kami sudah melakukan pembinaan semacam itu. Pada Desember nanti pun kami akan mengumpulkan kepala desa dan aparat hukum, dengan kajati sama-sama mengawasi penggunaan dana desa ini,” paparnya.
Dedi mengatakan, dengan pola monitoring dan evaluasi, pengawasan berlapis, penggunaan dana desa sudah terasa manfaatnya terhadap masyarakat.
“Jadi pengawasan kita itu seluruh penjuru mata angin ada masyarakat, satgas yang dibentuk, inspektorat, kepolisian, kejaksaan. Kalaupun di masyarakat ada yang tidak sesuai biasanya terkendala dari musyawarah desa, kan dana desa itu mulanya di musdes, penetapan prioritas, rencana kerja terus masuk pada APBDes. kalau tidak masuk APBDes dan tidak ada dalam musdes jangan harap dapat dana desa,” beber dia.
Menurut dia, bimbingan selalu ada, ada beberapa kegiatan. Di antaranya ada pendamping desa, siskudes atau sistem keuangan desa. Di Jabar kondisinya untuk siskudes ini baru sekitar 67 persen yang online dan masih ada 33 persen desa yang masih menerapkan sistem keuangan offline karena kendala internet.
Selain itu, ada pula upaya lain untuk mencegah penyalahgunaan dana desa, yaitu dengan meminta seluruh desa menggunakan giro dalam pembayaran kegiatan. Pihaknya sudah menyebarkan surat edaran tersebut.(Ade/Rel)